30 Maret 2012

Berstereotip & Berprasangka yuukkk..

Orang Makassar itu keras, Batak itu kasar, Jawa itu lembut, Manado itu spontan, Gorontalo itu religius, dan macam - macam lagi. Kita tidak bisa mengelak bahwa dalam keseharian, kita selalu punya penilaian dalam pikiran sendiri terhadap orang dari suku, budaya, atau komunitas lain. Itulah yang disebut stereotype maupun prejudice.

Kalau dialih bahasakan ke Indonesia, prejudice memang artinya prasangka, tapi stereotype hampir - hampir tidak mempunyai arti. Sekilas memang keduanya terdengar bermakna sama, padahal dalam ilmu komunikasi antarbudaya, jelas berbeda. Sama halnya dengan istilah “adaptasi” dan “penyesuaian diri”.

Dalam bukunya, Gudykunst (2005) menyatakan: Prasangka, adalah penilaian yang datang dari dalam jiwa tentang sesuatu hal yang belum pernah dialami (lebih bermakna negatif), sementara stereotip, penilaian yang datang berdasarkan pengalaman berinteraksi sebelumnya, atau karena adanya pengetahuan - pengetahuan dasar tentang hal - hal bersifat general saja. (Lebih lengkapnya anda bisa membaca buku “Theorizing About Intercultural Communication, William B Gudykunst. Buku ini sangat menarik)

Kalimat pertama saya tadi (tentang penggambaran orang berdasarkan suku), adalah contoh dari keduanya. Ribet yah? namanya juga situasi ilmiah, hal - hal sederhana bisa diperumit. Tapi itulah seni berpikir (kata dosen saya).

Yang ingin saya sampaikan disini, dalam berkomunikasi antarbudaya, stereotip dan prasangka tidak selamanya berarti buruk. Mengingat negara kita sangat beragam bentuk budayanya, sebenarnya justru keduanya dibutuhkan sebagai dasar kita untuk menjalin komunikasi dengan orang dari budaya lain. Misalnya saja; Saat memutuskan akan melanjutkan sekolah di Makassar, rata - rata teman dan keluarga saya meminta saya untuk lebih menjaga sikap dan omongan (saya saaaanngaaat ceplas ceplos), takutnya saya diapa - apain disini. Darimana datangnya peringatan tadi? ya darimana lagi kalau bukan berdasarkan prasangka dan stereotip. Walaupun pada kenyataannya, saya justru menemukan orang Makassar itu lebih sopan, dan religius dibandingkan saya yang bukan Makassar.

Jadi kompasianer, mari kita sama - sama luruskan pemahaman dan pemikiran. Tidak semua orang Jawa itu halus lembut, orang Manado ada juga yang well-planed, orang Gorontalo ada juga yang kelakuannya tidak sesuai dengan agama, dan sesungguhnya orang Batak walaupun terdengar kasar cara bicaranya tapi sangat peduli satu sama lain.

Selamat hari Jumat, kawan:D

(Tulisan saya di kompasiana.com)

26 Maret 2012

Bentor, Pete - Pete, dan Makhluk Sosial

Saya seneng kok kalau naik kendaraan umum. Lebih banyak hal yang bisa tertangkap mata, dibandingkan naik kendaraan pribadi. Hanya saja, kendaraan umum terlanjur punya kesan identik dengan segala hal yang tidak menyenangkan. Misalnya; padat, panas, ugal - ugalan, dan belum lagi belakangan ramai diberitakan tentang kejahatan yang terjadi di angkutan umum. Makin babak belur-lah kesannya.

Bentor buat saya pribadi menjadi pengecualian dari kesan buruk tadi (kecuali soal keamanan ya?? itu mah drivernya aja yang gak bener). Ia menawarkan eksklusifitas (karena keterbatasan kapasitas penumpang), lebih efisien (karena bisa menjangkau daerah pelosok), dan bebas gerah (ya iyalah, kendaraan serba terbuka gitu). Jadinya, pas dijadikan kendaraan untuk jalan - jalan menikmati kota. Berhubung juga di Gorontalo angkot agak susah didapatkan - karena keterbatasan daya jelajah & waktu operasi - maka saya terbiasa kemana - mana bertransportasikan bentor.

Begitu pindah Makassar, saya kena gegar budaya banget! Bukan hanya soal makanan (tidak pedas), dan cuaca panas - lembabnya, tapi juga soal transportasi. Bentor sudah go public sampai kesini, hanya saja wilayah operasinya sangat terbatas, udah gitu ongkosnya muaaaahhaaaalll... Terpaksa oh terpaksa, saya membiasakan diri lagi dengan angkot a.k.a pete - pete.

Ini baru tantangan. Hampir semua (kecuali bagian rawan kejahatannya) identitas kendaraan umum yang saya sebut diawal memang dimiliki pete - pete. Tidak ada lagi yang namanya efisiensi waktu, karena saya harus bersabar menemani pak sopir menunggu kendaraannya penuh. Tidak ada lagi bebas gerah, karena layaknya mobil, panas mesin dan cuaca nyampur dengan hebohnya. Dan yang terakhir, tidak ada lagi waktu menikmati pemandangan, karena saking capeknya menunggu penumpang, menerobos kemacetan, dan menghadapi gerahnya cuaca, saya sering (hampir) ketiduran di pete - pete.

Tapiiiiii, bukan berarti pete - pete tidak punya sisi baik lho. Ada hal yang buat saya sangat berharga yang bisa saya dapatkan di sini, yaitu; bertemu dengan banyak orang. Memperhatikan karakteristik, dan penampilannya, sampai nguping saat mereka lagi menelpon (hahahaha) menjadi kegiatan yang ternyata cukup seru. Dengan bakat mengkhayal lebay, saya hobi berimajinasi bagaimana bentuk kehidupan dan aktivitas mereka sehari - harinya.

Mungkin buat anda ini bentuk keisengan. Tapi bagi saya, bertemu banyak orang dan memperhatikan mereka adalah hal yang amat sangat jarang bisa kita lakukan di jaman sekarang. Dengan alasan kesibukan dan mobilitas tinggi, kita bahkan tidak sempat untuk sekedar berhenti, dan melihat - lihat (dalam makna harfiah) sejenak ke sekeliling. Padahal, aktifitas sederhana ini bisa membuat kita lebih mensyukuri pemberian-Nya. Hilang sudah sebuah eksklusivitas, berganti dengan pembauran yang bikin saya benar - benar merasa jadi makhluk sosial.

Jadi...

Pete - pete, walaupun belum mencintaimu, tapi suer, saya naksir kamu.

25 Maret 2012

Korannya Freddy S.

Foto ini adalah artikel dari tabloid Femme edisi 19 terbit Kamis, 22 Maret 2012. Saya lupa judulnya, yang pasti berisi tentang dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Habib Hasan Assegaf terhadap belasan remaja pria.
Berita pelecehan seksual itu biasa, dan Habib Hasan bukanlah yang (diduga) pertama kali melakukannya. Apa yang bikin berita ini jadi tidak biasa buat saya? cara tabloid Femme menyampaikan informasinya. (Terlalu) lugas, dan blak - blakan (sangat). Beberapa teman saya dari kalangan pers bahkan sampai mengatakan, "ini berita, atau kutipan BAP kepolisian? sangat tidak pantas dipublikasikan!." Ada juga yang mengatakan, "cuma dua kemungkinan, kalau bukan reporternya lugu, berarti yang dikepalanya itu cuma berisi 3 huruf."
Salahkah reporternya? menurut saya tidak! Media cetak dikenal sebagai salah satu media yang paling kredibel, mengingat konsep "gatekeeper" benar - benar diterapkan dalam penerbitannya, dan juga (seharusnya) menjadi media yang paling berhati - hati, karena apabila bersalah, paling mudah dibuktikan (lewat dokumentasi edisi, seperti yang saya buat ini misalnya). Setiap media , baik cetak maupun elektronik, dapat dipastikan punya editor. Sesuai namanya, tugasnya ya mengedit berita hasil liputan reporter/wartawan, agar layak diterbitkan/ditayangkan. Belum lagi diatas editor masih ada pimpinan redaksi. Jadi, ketika berita yang tidak layak ini bisa sampai terbit, menurut anda siapa yang bertanggung jawab?


24 Maret 2012

"What Is in A Name?"

Itu pertanyaan milik William Shakespeare, yang keluar lewat mulut tokoh ciptaannya, Romeo. Kalau dialih bahasakan, kira - kira jadi: "apalah arti sebuah nama?" Sejak lama saya selalu kepikiran kalimat tadi. Bukan soal maknanya, tapi justru "kok bisa ya pertanyaan sebodoh itu keluar dari mulut orang secemerlang Shakespeare?" Saya sama sekali tidak bermaksud mendiskreditkan kecerdasan Shakespeare. Siapa-lah saya ini dibandingkan pujangga yang karya - karyanya itu masih sering dijadikan referensi akademik?

Tapi, pernahkah anda membayangkan apa jadinya kalau anda tidak memiliki nama? atau, bagaimana kalau semua orang dan benda didunia ini bernama "meja"? hhmmm.. lucu juga kayaknya. Tapi akan jadi tidak lucu dalam prakteknya tentu saja. Pak Jaya Suprana juga ternyata membahasnya dalam buku berjudul "Ensiklopedi Kelirumologi". Menurut beliau, nama adalah identitas penting bagi dunia komunikasi. Tanpa nama, bukan hanya akan terjadi kekacauan, bahkan juga malapetaka.

Itu menurut pak Jaya, kalau saya mikirnya lebih ke hal - hal personal. Seperti misalnya,
  • nama adalah pemberian yang berisi doa dan harapan dari yang memberikan (dalam hal ini adalah orang tua), kepada kita yang diberi,
  • nama adalah identitas yang akan melekat seumur hidup kita. Setelah kita mati, yang akan diingat orang pertama kali adalah nama, baru kemudian perbuatan kita,
  • nama kadang - kadang juga menciptakan kesan kuat tentang perilaku seseorang. Misalnya: nama Muhammad, hampir selalu diidentikkan dengan sifat baik khas nabi Muhammad, SAW, atau nama Margriette, yang penuh dengan kesan anggun dan elegan khas ratu Belanda yang cantik itu. Walaupun banyak orang bernama Muhammad, dan juga Margriette (Margaret) yang mungkin tidak sebaik atau seanggun kedua tokoh tadi,
  • Jaman sekarang, nama juga merupakan representasi status sosial. Kalau mungkin nama bukan hal yang "dipaksakan" orang tua saat kita masih bayi (yang belum bisa protes), bisa dipastikan, gak ada yang sudi menyandang nama "Iyem", atau "Karjo". Kenapa? anda jawablah sendiri, sesuai dengan apa yang muncul dipikiran anda begitu membaca kedua nama itu.
  • Tapi, sebelum anda memutuskan ganti nama, bayangkan dulu repotnya administrasi yang harus anda jalani. Mulai dari pengurusan kembali akta kelahiran, ijazah, KTP, rekening bank, paspor, SIM, dll.. Apalagi (tidak cuma negara kita) pengurusan administrasi seperti ini selalu paling lambat.

Seandainya pak Will belum Almarhum, pengen rasanya saya menulis surat protes tentang quote-nya itu. Tapi sudahlah, toh juga kita sendiri jarang mikirin substansi dari arti sebuah nama kan?


Internet: Sebuah Revolusi Informasi

Kalau dulu mungkin kita hanya mengenal dua bentuk media massa: elektronik & cetak, di awal tahun 1970-an, media massa kedatangan satu anggota baru yang langsung menjadi primadona masyarakat. Namanya "Internet" (anda pasti akrab dengannya). Internet membawa nuansa baru dalam penyajian informasi kepada masyarakat. Kalau dulunya, komunikasi massa bersifat masif (artinya ditujukan kepada banyak orang, dan kecil kemungkinan untuk khalayak memberikan tanggapan secara langsung), internet justru menawarkan sebaliknya, personal, khalayak bisa menanggapi langsung, memangkas jarak, waktu, dan biaya, dan bagian terbaiknya anda bisa memilih informasi sesuai dengan keinginan atau kebutuhan. Dengan demikian, tidak salah kalau masyarakat begitu cepat beradaptasi dengan internet, dan tidak salah juga kalau saya (pribadi) menobatkan internet sebagai penemuan paling revolusioner di bidang teknologi komunikasi dan informasi (ICT).

Embrio awal internet adalah sebuah proyek jaringan koneksi milik Departemen Pertahanan AS. Proyek ini dibangun atas dasar pemikiran, perlu adanya konektivitas antar komputer untuk mempermudah penyebaran informasi. Proyek bernama ARPAnet ini mulai diluncurkan pada tahun 1969, dan pada awalnya hanya menghubungkan situs dari empat Universitas saja (Standford Research Institute, University of California, Santa Barbara, University of Utah). Istilah "internet" (interconnection networking) sendiri baru dipopulerkan pada tahun 1983, dan istilah world wide web (www) menyusul populer sepuluh tahun kemudian.

Berikut data pengguna internet, yang saya kumpulkan dari sejumlah sumber;

1. Dari 177 rumah pengakses internet di tahun 1977, sampai mencapai 200 juta rumah di tahun 2002.

2. Tahun 2002 telah terdapat lebih dari 200 juta IP Hosts, dan 840 juta pengguna internet (Slater, 2002).

3. Bulan Agustus 1997 tercatat lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia yang mengakses internet, dan setengahnya berada di Amerika.

4. Sementara, di akhir tahun 2011 kemarin, Data Miniwarts Marketing Group menyebutkan pengguna internet di dunia telah mencapai lebih dari dua milyar orang, dan 44.8% nya berada di Asia (www.kabarjakarta.com).

5. Kehebatan lainnya, internet mampu meraih pasar 50 juta orang hanya dalam waktu 4 tahun. Bandingkan dengan radio yang membutuhkan waktu 38 tahun, dan 13 tahun untuk televisi. (sumber: IITF Report – Slater, 2002).

Walaupun telah memiliki publik sendiri, internet belum berhenti berevolusi. Berbagai teknologi yang semakin menguatkan posisi internet sebagai penyedia informasi terbaik, telah muncul. Vivian (2008) menuliskan setidaknya tiga jenis teknologi tersebut: (1). Wi-Fi; jaringan nirkabel yang memungkinkan anda terkonek dengan internet di mana saja, (2). Ultrawideband, sebagai penyempurnaan dari wi-fi. UWB memanfaatkan frekuensi yang ada, berdaya rendah, dan tidak mengganggu signal utama, sehingga koneksi wi-fi menjadi lebih cepat walaupun digunakan banyak orang pada saat bersamaan, (3) Mesh Networking. Bernama lain Dynamic Routing, teknologi ini kini sedang dalam pengembangan para ahli. Seandainya terwujud, maka anda akan bisa mengakses internet dari perangkat nirkabel apapun, dengan kecepatan hanya sepersekian nanodetik karena jaringan ini menggunakan protokol berkecepatan 15 kali lebih tinggi daripada jaringan DSL yang ada sekarang.

Yang perlu dicatat, walaupun sangat membantu penyebaran informasi, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan, internet bukan-lah media yang paling terpercaya. Kemudahan untuk setiap orang dapat membuat situs di internet adalah salah satu dari sekian banyak penyebab mengapa kita tidak bisa sepenuhnya menggantungkan pemenuhan informasi dari internet. Tapi, Vivian (2008) membagikan beberapa cara untuk anda menilai keunggulan sebuah situs:

  1. Isi (akurasi, kejelasan, dan koherensi)
  2. Daya navigasi (Link internal dalam situs untuk mempermudah user (pengguna) berpindah dari satu halaman ke halaman lain)
  3. Link eksternal (memiliki interkonektivitas dengan situs lain)
  4. Intuitif untuk dipakai (tambahan navigasi seperti peta situs, link – link, dll)
  5. Waktu loading (Halaman web harus cepat dibuka)

Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita, para masyarakat internet.

Sumber - sumber:

  • Buku: Teori Komunikasi Massa (John Vivian, 2008).
  • E-book : Global News Access (Carla Brooks Johnston, 1998)
  • Dokumen PPt: Internet History & Growth ( Michael Slater, 2002)
  • Sejumlah website terpercaya.

(CDP: 24/03/2012)








Selamat Datang Kembali...

Halllooooo.. Hampir 3 tahun absen dari blog ini, dan tiba - tiba saja kepikiran pengen nulis lagi.

Saya sekarang hampir - hampir sudah tidak aktif lagi di media, seperti sebelumnya. Bukan tidak aktif sih, kayaknya lebih tepat kalo disebut cuti sementara. Tapi bukan karena hamil, menyusui, atau jenis cuti lain yang biasanya lekat sama perempuan (?!). Cuti ini karena saya pengen lebih memperdalam ilmu tentang dunia yang sudah saya cintai sebesar cinta saya sama diri sendiri ini.

Jadi, selain berisi curcol (istilah ABG untuk 'curhat colongan'), blog ini juga akan saya isi dengan catatan kecil tentang ilmu komunikasi yang diajarkan, dan menurut saya menarik tentunya. Semoga bisa bermanfaat untuk yang membacanya:D

Selamat datang..

28 April 2009

Anger Management

Marah itu berarti sehat. Seseorang yang terbiasa menahan amarah konon bakal lebih cepat depresi. Hampir tidak ada yang tidak pernah marah di antara kita. Tapi, bisa jadi ada seseorang yang bereaksi begitu berlebihan ketika emosinya tersinggung dan lalu marah besar. Yang lainnya mungkin mengekspresikan marahnya dengan mengumpat-umpat tak berhenti. Yah, memang pada prakteknya orang melampiaskan rasa marahnya dengan cara yang berbeda – beda, kemudian ia akan mudah mengendalikan diri atau justru hal ini berbekas menjadi dendam dalam hatinya.
Marah dapat dikatakan sebagai reaksi kuat atas sesuatu yang tidak menyenangkan dan mengganggu pada seseorang. Mulai dari kejengkelan yang ringan sampai yang bener – bener marah dan mengamuk yang menyebabkan munculnya reaksi agresif dan kasar dari orang yang marah ini. Kalo udah kayak gini, bakal muncul deh yang namanya FENOMENA MARAH BERANTAI ke orang lain. Itulah sebabnya mengapa marah sebaiknya dikelola menjadi hal yang konstruktif, dan untuk itu yang diperlukan pada tahap awal adalah memahami mengapa amarah bisa terjadi pada seseorang.